Pada tahun 1980, atas permintaan Pastor Liebreks, Sr. Jeannette pindah ke Pematangsiantar dan ditugaskan di Poliklinik Rumah Sakit Harapan yang baru dibuka. Pada suatu saat datang seorang Pastor meminta pertolongannya untuk melihat seorang pemuda yang lumpuh di Tuk-Tuk. Nama pemuda itu: Bernike Manurung. Olehnya pemuda itu dibawa ke Rumah Sakit untuk dirawat. Dengan penuh kasih dan harapan ia merawatnya serta memberikan latihan-latihan terapi agar pemuda tadi bisa bangkit dari tempat tidurnya. Pada suatu hari, seorang adik ipar Sr. Jeannette datang dari Nederland mengunjungi Sr. Jeannette. Beliau adalah Peter van der Burg, ia seorang fisioterapist. Kesempatan ini dipergunakan Suster tersebut mengajak adik iparnya melihat Bernike. Waktu itu Peter van der Burg menyarankan agar memasang tali diatas tempat tidur Bernike. Dan tali itu dijadikan Bernike sebagai pegangan untuk menggeser tubuhnya. Dan suatu hari Bernike berhasil menarik tali hingga mencapai pada posisi duduk. Saat itu Bernike berteriak ″Aku bebas !!!!″
Setelah 2,5 tahun Bernike berhasil keluar dari ″belenggu″ di tempat tidur. Suatu hal yang dulu dianggap tidak mungkin ternyata benar terjadi. Dengan bantuan kursi roda yang dimodifikasi khusus pada saat itu, Bernike dapat bebas untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari dan tidak lagi sepenuhnya bergantung dari orang lain. Masa depan yang bahagiapun menantinya. Bernikepun mulai lagi mengembangkan bakatnya yakni, melukis dan bermain gitar.
Moment yang membahagiakan sekaligus mengharukan bagi Sr. Jeannette dimana suatu saat Bernike dengan tenaganya sendiri bisa pindah dari tempat tidur ke kursi roda. Keberhasilan Bernike Manurung, dengan cepat tersiar kemana-mana. Para penyandang cacatpun berdatangan minta pertolongan kepada Sr. Jeannette. Mereka semua dilayani dengan baik, namun hanya sebatas memberi mereka alat bantu, seperti kursi roda, walker, tongkat dan setelah itu mereka kembali ke rumahnya. Pada waktu itu belum ada tempat penampungan untuk mereka. Bernike sendiripun masih tinggal di RS. Harapan. Ternyata Rumah Sakit bukanlah tempat yang cocok untuk penyandang cacat. Didasari dari pengalaman itu, mulailah dipikirkan tempat untuk Bernike
Sejak saat itu mulailah berdatangan para penyandang cacat ke Rumah Sakit Harapan. Oleh karena penanganan penyandang cacat berbeda dengan orang sakit, maka tidak memungkinkan untuk meneruskan rehabilitasi di Rumah Sakit Harapan.
Suatu malam Sr. Jeannette van Paassen FCJM, bermimpi melihat suatu Pusat Rehabilitasi yang besar dan indah dan dari seluruh penjuru tempat penyandang cacat datang dan berseru: ″bantulah kami untuk bisa seperti Bernike, bebas tidak tergantung kepada orang lain″
Mimpi ini menjadi inspirasinya untuk mendirikan Pusat Rehabilitasi dan juga mengingat pada masa itu para penyandang cacat luput dari perhatian masyarakat dan Pemerintah dan sering dikucilkan. Kasih sayangnya yang besar untuk para penyandang cacat mendapat berkat dari Tuhan. Seperti air yang mengalir, begitulah dukungan dan bantuan yang didapatnya untuk mendirikan Pusat Rehabilitasi. Akhirnya Pusat Rehabilitasi berdiri resmi pada tanggal 17 Nopember 1981, dimulai dengan menyewa rumah selama 2 tahun di Jl. Narumonda No.24 Pematangsiantar. Kemudian pada tahun 1984 pindah ke tempat yang jauh lebih besar (2,5 hektare) di Perumnas batu VI. ″Mimpinya menjadi kenyataan″. Sejak bertemu dengan Bernike hingga saat ini Sr. Jeannette mengabdi untuk orang-orang cacat. Baginya orang cacat harus mendapat tempat yang layak, sejajar dengan orang-orang yang sehat fisiknya. Penyandang cacat adalah manusia yang harus dihargai, hanya nasib saja yang membuat fisiknya tidak sehat, demikian selalu diutarakannya. Maka tidak heran, jika ada dilihatnya diskriminasi terhadap orang cacat, maka Suster ini akan marah.
A. Awal mula lahirnya
Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya lahir secara “ kebetulan”. Sr. Jeannette van Paassen sebagai perawat dan bidan, menemukan seorang pemuda, Bernike namanya, ia setengah lumpuh akibat patah tulang punggung. Meskipun Suster Jeannette sangat pandai dan cukup berpengalaman dalam menangani pasien melahirkan ataupun sakit, tetapi untuk kasus seperti ini ia cukup kewalahan, tidak tahu harus berbuat apa.
Pada suatu hari, seorang adik ipar Suster Jeannette ( suami dari adik perempuannya ) datang dari Belanda untuk mengunjunginya, sekaligus ingin melihat keadaan Bernike. Peter van der Burg namanya, ia seorang fisiotherapeud. Ia menyarankan agar memasang tali pada sepotong kayu, meletakkannya di atas tempat tidur Bernike, kemudian mencoba menariknya sampai pada posisi duduk, dan ternyata berhasil! Maka lahirlah gagasan Rehabilitasi pada saat itu.
Pada bulan April 1981, dokter Maggy Meeuwese (seorang ahli berpengalaman dalam urusan pelayanan penyandang cacat) diminta oleh Ibu Nasution (ketua DNIKS) kesediaan dr.Maggy Mauwese dari Jakarta untuk mendampingi Zr.Jeannette van Paassen melihat kemungkinan-kemunkginan untuk memulai menampung penyandang cacat di suatu tempat dan memberikan pelayanan sesuai kebutuhan mereka. Sebuah rumah di Jl.Narumonda Atas nomor 24 Pematangsiantar di sewa. Beberapa orang pasien ditampung dan diberi pelayanan oleh dr.Maggy Mauwese, diantaranya Bernike Manurung dan Hasudungan Manurung” (tulis Ibu Nasution …(Jakarta, 29 Juni 2006 tulis Ibu Nasution) dalam buku kenangan Perayaan 25 Thn Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya, tgl. 17 Nopember 2006). Dr. Maggy Mauwese atas permintaan Ibu Nasution datang ke Sumatera Utara untuk mempelajari situasi dan melihat kemungkinan membantu penyandang cacat di daerah ini, dan selanjutnya menemui Pendeta SN Manurung, Ketua Persatuan Pen-derita Cacat Kodya Pematangsiantar, untuk membicarakan hal itu
Akhirnya diputuskan untuk mendirikan suatu Pusat Rehabilitasi bagi penyandang cacat, yang pada 01 Juni 1981 dibentuk suatu Panitia Persiapan, dengan anggota Suster Jeannette van Paassen, Pastor Godhard Liebreks, Pendeta SN Manurung, Pastor Benetius Breevoort, dan Pastor Adelbert Snijders.
Pada tanggal 11 Juni 1981, Bupati Kabupaten Simalungun, yang pada waktu itu dijabat oleh Bapak JP Silitonga, menjanjikan tanah seluas 2,5 ha sebagai areal untuk dibangunnya Pusat Rehabilitasi dimaksud, maka sekitar bulan Juli 1981, diajukan proposal kepada DNIKS dan peminat –peminat lainnya.
Sementara menanti realisasi dari semua rencana diatas, usaha membantu penyandang cacat tetap berjalan terus. Dalam pembicaraan dengan Ibu JS Nasution di Jakarta, diusulkan untuk memulai Pusat Rehabilitasi di salah satu rumah sewaan, yang bantuan dananya diperoleh dari DNIKS.
Pada tanggal 1 September 1981, disewa sebuah rumah yang terletak di Jalan Narumonda Atas No. 24, Pematang Siantar, untuk jangka waktu 2 tahun. Pasien pertama yang dirawat disana Bernike Manurung (alm). Dan Hasudungan Manurung (alm).
Pada bulan Februari 1981, timbul keinginan untuk mencari tempat bagi orang cacat. Pada tanggal 15 Maret 1981, lahirlah Yayasan “ Saut Monang “ ( yang berarti Jadi Menang ), juga diusahakan menghimpun dana untuk membantu para penyandang cacat, khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Nama “ Saut Monang “ kemudian di Indonesiakan menjadi “ Harapan Jaya “.
Pusat Rehabilitasi yang baru ini, yang kemudian diberi nama Harapan Jaya, dan diresmikan pada tanggal 17 November 1981, sudah mulai dikenal dan dikunjungi oleh para penyandang cacat, juga oleh tamu ataupun kenalan yang datang dari dalam dan luar negeri. Bantuanpun semakin deras mengalir, baik yang berupa uang, maupun sandang dan pangan. Kongregasi Frater Balige menyumbangkan TV brwarna, Kedutaan Besar Belanda menyumbangkan sebuah Honda Cup, DNIKS mengirimkan 5 buah kursi roda, dan organ.
Pusat Rehabilitasi yang baru ini, yang kemudian diberi nama Harapan Jaya, dan diresmikan pada tanggal 17 November 1981, sudah mulai dikenal dan dikunjungi oleh para penyandang cacat, juga oleh tamu ataupun kenalan yang datang dari dalam dan luar negeri. Bantuanpun semakin deras mengalir, baik yang berupa uang, maupun sandang dan pangan. Kongregasi Frater Balige menyumbangkan TV brwarna, Kedutaan Besar Belanda menyumbangkan sebuah Honda Cup, DNIKS mengirimkan 5 buah kursi roda, dan organ.
Tahun 1985 dimaksudkan sebagai tahun konsolidasi dan persiapan pembangunan tahap selanjutnya. Konsolidasi pertama-tama dibidang keuangan, kemudian penambahan tenaga karyawan yang terampil. Pada fase ini karyawan sangat dituntut untuk lebih fleksibel dalam menjalankan tugasnya. Pembangunan fasilitas ruangan direncanakan secara seksama agar dapat memenuhi kebutuhan dari seluruh kegiatan Pusat Rehabilitasi ini, yang akhirnya bisa tercapai berkat jasa Dewan Pembina dan Pimpinan, juga berkat bantuan dari para penyumbang dana. Pada tanggal 26 November 1985 dimulailah pembangunan tersebut. Bangunan yang ada sekarang ini sudah dirasakan cukup dan masih dalam keadaan baik.
Pada saat yang bersamaan, manajemen juga dibenahi, dimulai dengan pembentukan Dewan Pembina, Direksi/Staff, Karyawan/ti, juga menjalin kerja sama dengan para ahli fisiotherapi dan kesehatan, baik dari dalam maupun luar negeri. Meskipun disibukkan dengan urusan pembangunan dan manajemen, tetapi pelayanan terhadap para pasien terus berjalan dan ditingkatkan, dengan kenyataan yang menunjukkan bahwa para pasien yang dirawat semakin bertambah jumlahnya.
Waktu terus berlalu, Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya semakin maju dengan mengemban misi kemanusiaan, dan sudah dikenal baik di dalam maupun di luar negeri. Banyak pasien yang telah ditolong dan akhirnya bisa mandiri. Tentunya karya ini bisa berhasil berkat perhatian dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, terutama para donator dari luar negeri, sehingga pelayanan kepada orang-orang cacat fisik memungkinkannya untuk tetap berjalan dengan penuh CINTA KASIH sampai sekarang.
VISI, MISI & MOTTO PUSAT REHABILITASI HARAPAN JAYA
Visi : Setiap manusia berharga di hadapan Allah
Misi : Memandirikan penyandang cacat sehingga mempunyai harga diri dan tidak menjadi
Beban bagi orang tua, keluarga dan masyarakat.
Motto : Cacat fisik tidak menjadi penghalang dalam hidup berkarya